Jumat, 25 Oktober 2013

MVNO (Mobile Virtual Network Operation)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan Industri Telekomunikasi dan Penyiaran di Indonesia, saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dari sudut pandang teknologi, tren sekarang telah berevolusi dari narrowband ke broadband, dari tradisional menuju Next Generation Network, sedangkan dari sudut bisnis layanan, tren saat ini telah menuju ke layanan data. Sampai saat ini, jumlah Penyelenggara jaringan Telekomunikasi di Indonesia mencapai 12 Operator (terbanyak di Asia) yaitu terdiri dari 8 Operator Seluler (Telkomsel, Indosat, XL, NTS, HCPT, Smart, Mobile 8, STI), 4 Operator FWA (Bakrie Telecom, Telkom Flexy, Mobile 8, StarOne) dan 2 Operator PSTN (Telkom, BBT). Besarnya jumlah Penyelenggara jaringan dan penyelenggara layanan ini akan menimbulkan kompetisi yang sangat ketat dan cenderung menuju ke perang tarif (seperti yang terjadi saat ini). Para penyelenggara Telekomunikasi ini berkompetisi untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya dengan menawarkan berbagai layanan yang inovatif dengan tarif yang semurah-murahnya. Kondisi persaingan sebagaimana dimaksud di atas, berpotensial mengakibatkan ARPU dan AMPU (voice dan sms) semakin menurun serta jumlah churn rate yang justru meningkat. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap proses investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang. Mengacu pada pola kerjasama yang sudah diterapkan di berbagai negara maka pola kerja sama dengan para penyelenggara Telekomunikasi/Penyedia Layanan (Mobile Network Operator/MNO) lain, sangat penting dilakukan. Pola kerjasama yang dimaksud dikenal sebagai Mobile Virtual Network Operation (MVNO).

Dalam pola kerjasama seperti ini, MVNO dipandang akan dapat membantu MNO dalam pembangunan infrastruktur, memperluas jangkauan serta layanan, melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran dan pengembangan produk. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa MVNO akan dapat berperan dalam penurunan biaya investasi dan operasional, serta akan membantu peningkatan jumlah pelanggan dan pendapatan (revenue) MNO. Berhasil atau tidaknya penerapan MVNO dalam suatu industri Telekomunikasi tidak bisa lepas dari dukungan Pemerintah. Peran Pemerintah dalam penerapan MVNO di suatu negara, dalam hal ini Indonesia, sangat diperlukan untuk mengatur penerapan MVNO baik aspek teknis maupun aspek bisnisnya. Peran Pemerintah juga diharapkan dalam rangka meletakkan kerangka pengaturan MVNO menuju ke era NGN dimana MVNO, bersama dengan Infrastructure Sharing dan Open Access akan menjadi kunci utama dalam penerapan NGN di era konvergensi nantinya. Kontribusi tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran mengenai MVNO secara umum serta rencana implementasinya di Indonesia. Diharapkan kontribusi ini akan dapat membantu Pemerintah untuk dapat mengeluarkan rekomendasi secepatnya dalam mereliasikan penerapan MVNO di Indonesia.

II. MATERI PEMBAHASAN

A. USULAN PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

1) Pemerintah diharapkan dapat segera memberikan landasan hukum dalam penerapan MVNO di Indonesia, khususnya untuk MVNO jenis Service Provider MVNO (SP-MVNO) dan Enhanced Service Provider MVNO (ESP-MVNO). Beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah apakah regulasi yang saat ini berlaku dapat dijadikan dasar hukum untuk penerapan kedua jenis MVNO ini, serta bilamana Full MVNO dapat diterapkan Indonesia;

2) Pemerintah dapat memberikan keleluasaan secara penuh kepada para MNO untuk dapat menyelenggarakan MVNO secara B2B, dengan mengacu pada Izin Penyelenggaraan (Modern License) yang dimiliki oleh masing-masing MNO (Lisensi, cakupan area dan layanan);

3) Pemerintah diharapkan dapat segera menyusun regulasi penerapan MVNO antar MNO termasuk regulasi mengenai infrastrcture sharing dan open access yang melekat pada MVNO antar MNO ini;

4) Pemerintah diharapkan dapat menerapkan pola BHP frekuensi “khusus “pada para MNO untuk mempercepat pertumbuhan MVNO di seluruh wilayah Inddonesia

B. PENJELASAN UMUM

B.1. Definisi MVNO

MVNO adalah penyelenggara jasa pelayanan telekomunikasi bergerak (Seluler atau FWA) dalam bentuk suara dan data, dimana penyelenggara tersebut tidak memiliki izin atas spekrum frekuensi atau lisensi jaringan akses. Dalam menjalankan usahanya, penyelenggara tersebut melakukan kerjasama dengan MNO yang memiliki alokasi spectrum frekuensi serta lisensi jaringan akses.

B.2 Bisnis Model MVNO

Pada dasarnya MVNO adalah sebuah layanan bergerak yang menyewa atau memakai spektrum frekuensi milik MNO melalui suatu perjanjian bisnis. MVNO dalam hal ini dapat hanya berperan sebagai reseller dari MNO atau bisa membangun infrastrukturnya sendiri yang dibutuhkan sesuai dengan teknologi dan izin spektrum frekuensi yang dimiliki oleh MNO. Berdasarkan kondisi tersebut, MVNO secara bisnis model dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Reseller / Super Dealer
Pada tipe ini MVNO berkedudukan hanya sebagai reseller terhadap layanan bergerak (mobile service) dari MNO. MVNO tidak memiliki infrastruktur dan hanya sebagai kepanjangan tangan MNO sehingga tanggung jawab pelanggan ada pada MNO

b. Service Provider MVNO ( SP-MVNO )
MVNO mempunyai/membangun Infrastruktur sendiri yang terkait dengan system data base pelanggannya meliputi billing system, customer care, pusat pemasaran (marketing centre) dan pusat penjualan. Pada tipe ini MVNO masih terbatas menggunakan produk (wholesale) milik MNO.

c. Enhanced Service Provider MVNO ( ESP-MVNO )
Hampir mirip dengan SP-MVNO tetapi pada model ini MVNO tidak hanya menjual layanan seluler (mobile service) milik MNO tetapi juga menawarkan layanan tambahan milik MVNO itu sendiri.

d. Full MVNO
MVNO menyediakan dan membangun seluruh infrastruktur termasuk Core Network, Transmisi dan jaringan akses. MVNO hanya menyewa Lisensi akses spektrum frekuensi dari MNO. Secara garis besar Bisnis model MVNO dapat digambarkan sebagai berikut ( Virgin Mobile referensi ) :

B.3 Faktor yang mempengaruhi Kesuksesan penerapan MVNO di Indonesia

1) Timeline Penerapan MVNO
Pemerintah harus segera menetapkan kepastian penerapan MVNO dalam rangka meringankan beban investasi MNO dan mendorong pertumbuhan infrastruktur nasional yang merata.

2) Kesiapan Industri untuk menjadi MVNO
Regulasi MVNO akan menciptakan peluang bagi penyelenggara layanan telekomunikasi dan penyelenggara penyelenggara yang lain untuk menjadi MVNO.

3) Kesiapan MNO untuk merencanakan MVNO
MNO akan mengkaji perencanaan MVNO baik yang menyangkut aspek teknis maupun aspek bisnis sehingga MNO dapat merencanakan jenis bisnis model MVNO dan area MVNO.

4) Model Pentarifan
Regulator harus segera mengatur mengenai model tarif pada MVNO sehingga dapat dirumuskan tarif (MVNO) yang kompetitif tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap penetapan tarif MNO itu sendiri.

5) Proses Integrasi antara MVNO dan MNO
MNO akan memberikan full support kepada MVNO dalam hal integrasi jaringan, network element dan layanan.

6) Kondisi Pasar dan Tren Pelanggan
Pengguna telekmunikasi yang saat ini telah mencapai lebih dari 155 juta pelanggan, berpotensial membawa pertumbuhan pelanggan menuju ke titik jenuh. Pelanggan yang saat ini cenderung hanya berpindah-pindah dari MNO satu ke yang lainnya, mengakibatkan tingat churn rate menjadi sangat tinggi. Di lain pihak, layanan data saat ini menunjukkan perkembangan positif untuk menaikkan ARPU MNO. MVNO harus lebih fokus terhadap pemilihan bisnis model dan layanan yang bisa menghasilkan ARPU dan AMPU yang menguntungkan.

C. LATAR BELAKANG

Penerapan MVNO di Indonesia sebetulnya sudah berlangsung cukup lama. MVNO pada saat itu dikondisikan hanya untuk kondisi darurat dan bukan ditujukan untuk percepatan pembangunan insfrastruktur nasional dan pemerataan teledensitas. Pada tahun 2002, Mobile 8 yang mempunyai lisensi CDMA 800 telah bekerja sama dengan METROSEL, KOMSELINDO dan TELESERA sebagai (Full) MVNO. Pada tahun 2006, sebelum memperoleh lisensi nasionalnya, BAKRIE TELECOM juga pernah menjajaki pola MVNO dengan INDOSAT.

C.1 Latar Belakang Penerapan MVNO di Indonesia

1) MVNO di beberapa negara telah berkembang pesat dan memberi kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan industri telekomunikasi di negara tersebut;

2) Jumlah penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa yang besar di Indonesia merupakan potensi bagi penerapan MVNO;

3) Wilayah Indonesia yang sangat luas dan tersebar sangat cocok untuk penerapan MVNO, sehingga dapat dicapai percepatan dan pemerataan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia;

4) Penurunan ARPU dan AMPU MNO akibat perang tarif saat ini, dikhawatirkan akan menurunkan revenue perusahaan, sehingga agresifitas investasi akan sangat menurun. MVNO diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk menekan biaya investasi;

5) Pertumbuhan pelanggan seluler dan FWA yang sangat tinggi dari tahun ke tahun menjadi indikator yang positif untuk penerapan MVNO, khususnya pelanggan yang berada di wilayah yang belum terjangkau layanan telekomunikasi;

6) Perkembangan teknologi akses broadband khususnya layanan data, internet dan VoIP yang semakin maju dan canggih menjadi driver bagi lahirnya banyak MVNO;

7) Penerapan infrastructure sharing ( tower bersama ).

C.2 Keuntungan Penerapan MVNO di Indonesia

1) Pembangunan Infrastruktur (jaringan telekomunikasi) Nasional meliputi jaringan akses, transmisi (backbone) dan Core semakin cepat

2) Teledensitas dan pemerataan layanan suara dan data secara nasional akan semakin cepat terwujud

3) Menurunkan biaya investasi dan operasional MNO

4) Menciptakan segmentasi market, layanan, brand dan produk

E. STRATEGI PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

1) Mendorong regulasi eksisting untuk penyelenggaraan MVNO tahap awal khususnya model Reseller, SP MVNO dan ESP MVNO dan atau menyempurnakan KM 21 tahun 2001 sebagai landasan hukum penerapan Full MVNO.

2) MNO melakukan perjanjian kerjasama dengan para penyelenggara jasa non dominant sebagai Reseller MVNO (prepaid) pada area MNO yang terbatas dengan pola Minute Of Use (MoU) yakni pembayaran akan dilakukan berdasarkan lama penggunaan jaringan, yang berarti juga lamanya penggunaan layanan komunikasi yang digunakan pelanggan MVNO sehingga MVNO cukup membeli kapasitas jaringan, baik nantinya digunakan untuk komunikasi suara, SMS maupun komunikasi data yang berbasis teknologi tertentu, misalnya GPRS, EDGE atau CDMA EvDO dari penyedia jaringan (MNO). Pada tahap ini MVNO Reseller masih menjual brand atas nama MNO.

3) MNO melakukan kerjasama dengan para penyelenggara jasa dominan sebagai SP MVNO untuk reseller layanan suara dan data (basic) prepaid dan postpaid pada area MNO yang terbatas dengan pola MoU.

4) MNO menawarkan kepada MVNO untuk layanan postpaid dan wholesale apabila pola kerjasama layanan prepaid sebelumnya sudah berkembang.

5) MNO memberikan otoritas kepada MVNO (Reseller dan SP MVNO) untuk menjual brand atas nama mereka sendiri kepada pelanggannya di seluruh wilayah layanan MNO.

6) MNO menyewakan layanan suara dan data (non basic) kepada SP MVNO.

7) MVNO SP Provider mengajukan ijin kepada MNO untuk upgrade menjadi ESP MVNO sehingga dapat mengelola dan mendevelop layanan VAS sendiri.

8) ESP MVNO bekerjasama dengan MNO mengkaji untuk menjadi Full MVNO dengan bersama-sama menyiapkan rencana pembangunan infrastruktur diluar infrastruktur akses, diantaranya meliputi Core Network, Transmisi/Backbone berdasarkan aspek teknologi netral, Kerjasama ini bisa dilakukan di area eksisting layanan MNO atau diluar layanan area layanan MNO.

9) Full MVNO dapat mengembangkjan dan menerapkan semua layanan dan teknologi sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan kemajuan jaman. Strategi Bisnis MVNO berdasarkan penerapannya di berbagai Negara secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu :
1) MVNO menawarkan Layanan dengan harga murah dan terjangkau
2) MVNO Fokus pada satu segmen pasar dan area
3) MVNO menerapkan multi layanan dan VAS sesuai kebutuhan pelanggannya
4) MVNO melakukan reselling layanan dari MVNO yang lain
5) MVNO pada Internasional cluster (oleh Global MNO)

F. KAJIAN ASPEK LEGAL PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia secara umum diatur dalam 4 peraturan yaitu:

1. Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU 36 tahun 1999);

2. Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP 52 tahun 2000);

3. Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KM. 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan perubahan-perubahannya (KM 20 tahun 2001);

4. Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan perubahannya (KM 21 tahun 2001) Sehubungan dengan rencana penerapan MVNO di Indonesia, keempat peraturan tersebut memberikan definisi yang sama untuk terminologi Jasa Telekomunikasi dan Jaringan Telekomunikasi sebagai berikut:

a. Jaringan telekomunikasi: adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi

b. Jasa telekomunikasi: adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi

c. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi: adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
d. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi: adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi Sehubungan dengan konsep MVNO, dimana operator jasa yang tidak memiliki jaringan dan spektrum frekuensi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dengan menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi serta alokasi spektrum frekuensi milik penyelenggara jaringan, baik UU 36 tahun 1999, PP 52 tahun 2000, dan KM 21 tahun 2001 sama-sama memungkinkan penyelenggaraan Jasa telekomunikasi dengan menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. UU 36 tahun 1999

Pasal 9 ayat (2)
Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi PP 52 tahun 2000

Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi

KM 21 tahun 2001

Pasal 5
(1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis

Dari ketentuan-ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa MVNO dimungkinkan untuk diterapkan di Indonesia. Walaupun memang belum ada ketentuan yang secara khususmengatur mengenai MVNO, namun setidaknya tidak ada ketentuan yang melarang penyelenggaraan MVNO di Indonesia. Namun, memperhatikan ketentuan-ketentuan di atas, masih harus dilakukan beberapa penyesuaian terutama yang berkaitan dengan masalah alokasi frekuensi dalam penyelenggaraan MVNO di Indonesia. Pengaturan mengenai alokasi frekuensi saat ni diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29 tahun 2009 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia (PM 29 tahun 2009). Dalam PM 29 tahun 2009 perlu mengakomodir penggunaan spektrum frekuensi dalam penyelenggaraan MVNO, dimana frekuensi yang telah dialokasikan kepada suatu MNO, dapat disewa atau digunakan oleh MVNO.

III. REKOMENDASI

1) Pemerintah/Regulator diharapkan dapat memberikan landasan hukum/kerangka regulasi yang mengatur mengenai penerapan MVNO di Indonesia pada tahun 2009;

2) Pemerintah diharapkan dapat mendukung penerapan MVNO dengan cara memberikan insentif khusus kepada penyelenggara MNO, berupa pemberian keringanan biaya BHP MNO pada area MVNO. Dengan adanya insentif tersebut, diharapkan MVNO dapat berkembang dengan pesat;

3) MVNO di Indonesia sangat dibutuhkan dalam rangka untuk mempercepat pembangunan telekomunikasi nasional ke seluruh wilayah Republik Indonesia, sehingga pemerataan layanan TIK dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia;

4) MVNO saat ini sangat efektif untuk mengatasi lesunya Industri Telekomunikasi akibat perang tarif dan membantu meringankan beban investasi dan operasional para penyelenggara jaringan telekomunikasi (MNO);

5) Perubahan KM 21 tahun 2001 dan PM 29 tahun 2009 untuk mengakomodir penerapan MVNO di Indonesia.









Refrensi :http://artikelkamustelekom.blogspot.com/